NABI DARI KECIL SAMPAI DEWASA (siroh nabi)
chacing
NABI DARI KECIL SAMPAI DEWASA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Nabi Muhammad
adalah pembawa cahaya kebenaran untuk seluruh umat manusia, penyempurna
ajaran-ajaran para nabi terdahulu, penutup para nabi dan tidak ada nabi atau
wahyu apapun yang diturunkan Allah setelah wafatnya Baginda Muhammad saw.
Rasulullah SAW adalah utusan termulia yang diturunkan oleh Allah sebagai
pembawa rahmat bagi seluruh semesta alam. Dalam diri beliau tercakup semua
kebaikan ciptaan Allah.
Dalam mengemban
risalah dakwah, beliau dibantu oleh para sahabatnya. Para sahabat nabi
merupakan generasi terbaik yang terlahir dari hasil didikan madrasah langsung
dari Rasulullah. Mereka selalu menjadikan tindak tanduk, tutur kata dan segala
perbuatan Nabi Muhammad sebagai contoh dan tauladan hidup. Mereka telah menjadi
generasi terbaik karena mengikuti cahaya Islam yang dibawa Rasulullah. Dan
sebagai generasi islamiyah maka sudah sewajarnya kita selalu mengingat semua
hal tentang nabi Muhammad saw dan menjadikan nabi Muhammad sebagai contoh
tauladan bagi kita.
Berdasarkan uraian
di atas, saya akan membahas tentang Nabi Muhammad SAW, secara rinci lagi yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
a.
Sebelum
Menjadi Rasul
b.
Setelah
Menjadi Rasul
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sebelum
Menjadi Rasul
a.
Kelahiran Muhammad SAW
Sekitar tahun 570
M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara
kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya ataupun karena letaknya. Kota
ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di Selatan dan
Syiria di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Mekah menjadi pusat
keagamaan Arab. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala
utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat
Arab pada masa itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab
dengan luas satu juta mil persegi.[1]
Nabi Muhammad
dilahirkan dalam keluarga bani Hasyim di Mekah pada hari senin, tanggal
9 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari Peristiwa Gajah. Maka tahun itu
dikenal dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian karena pada tahun itu pasukan
Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerang
Kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah. Bertepatan dengan tanggal 20 atau
22 bulan April tahun 571 M. Ini berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad
Sulaiman Al-manshurfury dan peneliti astronomi, Mahmud Pasha.[2]
Nabi Muhammad
adalah anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku
Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir
dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak
Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya
adalah Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW. Nabi terakhir ini
dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga bulan
setelah dia menikahi Aminah.[3]
Ramalan tentang
kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam kitab-kitab suci
terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW
telah diramalkan oleh setiap dan semua nabi terdahulu, yang melalui mereka
perjanjian telah dibuat dengan umat mereka masing-masing bahwa mereka harus
menerima atas kerasulan Muhammad SAW nanti.[4] Seperti
dalam Qs. Ali ‘Imran ayat 81:
Sejumlah penulis
besar tentang Sirah dan para pakar hadits telah banyak meriwayatkan
peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan, yang muncul pada saat kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Peristiwa-peristiwa diluar daya nalar manusia, yang mengarah
kepada dimulainya era baru bagi alam dan kehidupan manusia, dalam hal agama dan
moral. Diantara peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana Kisra yang
bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi serta menyebabkan jatuh 14 balkonnya,
surutnya danau Sawa, padamnya api sembahan orang-orang Persia yang belum pernah
padam sejak seribu tahun lalu.[5]
b.
Masa Kanak-kanak
Tidak lama setelah
kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan
pamannya, Abu Lahab, yang pernah menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya
beberapa hari, nabi tetep menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu
menghormatinya. Nabi SAW selanjutnya dipercayakan kepada Halimah, seorang
wanita badui dari Suku Bani Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya dengan hati-hati dan
penuh kasih sayang, dan tumbuh menjadi anak yang sehat dan kekar. Pada usia
lima tahun, nabi dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab ibunya. Sejumlah
hadis menceritakan bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya banyak dianugrahi
nasib baik terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di bawah asuhannya.
Halimah menyayangi baginda Rasul seperti menyayangi anak sendiri, penuh kasih
sayang dan cinta, namun karena banyak kejadian yang luar biasa sehingga takut
akan terjadi hal-hal yang tidak baik sehingga dikembalikanlah Rasul SAW kepada
keluarga beliau.
Muhammad SAW
kira-kira berusia enam tahun, dimana tatkala asik bermain-main dengan
teman-teman beliau, teman-teman beliau gembira saat ayah-ayah mereka pulang,
namun Rasulullah pulang dengan tangisan menemui ibunda beliau, seraya berkata
wahai ibunda mana ayah?.. ibunda beliau terharu tampa jawaban yang pasti, sehingga
dalam ketidakmampuan atas jawaban tersebut, hingga suatu ketika ibunda beliau
mengajak baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah beliau dimakamkan.
Sekembalinya dari pencarian Makan suami tercinta ibu Rasul tercinta jatuh sakit
dan meninggal dalam perjalanan pulang, dengan duka cita yang mendalam dan
pulang bersama seorang pembantu nabi. Sekembalinya pulang sebagai anak yatim
piatu maka beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun dua tahun
kemudian, kakeknya pun yang berumur 82 tahun, juga meninggal dunia. Maka pada
usia delapan tahun itu, nabi ada di bawah tanggungjawab pamannya Abi Thalib.
Pada usia 8 tahun,
seperti kebanyakan anak muda seumurnya, nabi memelihara kambing di Mekkah dan
menggembalakan di bukit dan lembah sekitarnya. Pekerjaan menggembala sekawanan
domba ini cocok bagi perangai orang yang bijaksana dan perenung seperti
Muhammad SAW muda, ketika beliau memperhatikan segerombolan domba, perhatiannya
akan tergerak oleh tanda-tanda kekuatan gaib yang tersebar di sekelilingnya.
c.
Masa Remaja
Diriwayatkan bahwa
ketika berusia dua belas tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib,
dalam berdagang menuju Suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan seorang
pendeta, yang dalam berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Meskipun beliau
merupakan satu-satunya nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas,
masa-masa awal kehidupan Muhammad SAW tidak banyak diketahui.[6]
Muhammad SAW, besar
bersama kehidupan suku Quraisy Mekah, dan hari-hari yang dilaluinya penuh
dengan pengalaman yang sangat berharga. Dengan kelembutan, kehalusan budi dan
kejujuran beliau maka orang Quraisy Mekkah memberi gelar kepada beliau dengan
Al-Amin yang artinya orang yang dapat dipercaya.
Pada usia 30
tahunan, Muhammad SAW sebagai tanda kecerdasan dan bijaksanya beliau, Nabi SAW
mampu mendamaikan perselisihan kecil yang muncul di tengah-tengah suku Quraisy
yang sedang melakukan renovasi Ka’bah. Mereka mempersoalkan siapa yang paling
berhak menempatkan posisi Hajar Aswad di Ka’bah. Beliau membagi tugas kepada
mereka dengan teknik dan strategi yang sangat adil dan melegakan hati mereka.[7]
Pada masa mudanya,
beliau telah menjadi pengusaha sukses dan hidup berkecukupan dari hasil
usahanya. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau menikah dengan pemodal besar Arab
dan janda kaya Mekah, Khadijah binti Khuwailid yang telah berusia 40 tahun.
Adapun
isteri-isteri Nabi Muhammad SAW berjumlah 11 orang, yaitu :
1.
Khadijah binti Khuwailid
2.
Saudah binti jam’ah
3.
Aisyah binti Abu Bakar ra.
4.
Hafshah binti Umar ra.
5.
Hindun ummu salamah binti Abu Umayyah
6.
Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan
7.
Zainab binti Jahsyin
8.
Zainab binti Khuzaimah
9.
Maimunah binti Al-Harts Al-Hilaliyah
10. Juwairiyah binti Al-Haarits
11. Sofiyah binti Huyay
Dari 11 isteri Nabi
SAW ini yang wafat saat Nabi SAW masih hidup adalah 2 orang yaitu Khadijah dan
Zainab binti Khuzaimah, sedangkan sedangkan isteri Nabi yang 9 orang masih
hidup saat Nabi SAW wafat. Isteri Nabi SAW yang tersebut disebut dengan Ummul
Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak menolong penyebaran
agama Islam di kalangan kaum ibu.
Nabi Muhammad SAW
mempunyai 7 orang anak, 3 laki-laki dan 4 perempuan yaitu :
1.
Qasim
2.
Abdullah
3.
Zainab
4.
Fatimah
5.
Ummu kalsum
6.
Rukayyah
7.
Ibrahim
Ibu anak-anak Nabi
SAW itu semuanya dari isteri nabi Khadijah, kecuali Ibrahim, yang ibu Mariyatul
Qibtiyyah (seorang hamba perempuan yang dihadiahkan oleh seorang pembesar Mesir
kepada Nabi SAW). Anak-naka Nabi SAW tersebut wafat pada saat Nabi SAW masih
hidup, kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah Nabi SAW wafat.[8]
Diriwayatkan tatkala
Nabi SAW akan wafat beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan
berpulang ke hadirat Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan sedih,
dan beberapa saat setelah itu Nabi SAW membisikan lagi sesuatu kepada Fatimah
ra, mendengar bisikan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum, ternyata bisikan
bahwa dikabarkan bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang pertama
meninggal kecuali Fatimah ra, sungguh mulia Fatimah tersenyum walau mendengar
kabar yang tentang wafat nya diri beliau, tapi semua tertutup karena cinta yang
mendalam kepada sang ayah tercinta.
B.
Setelah
Menjadi Rasul
a.
Masa Awal Kerasulan
Menjelang usianya
yang keempat puluh, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari pergaulan
masyarakat umum, untuk berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer di Utara
Mekah. Di gua tersebut, nabi mula-mula hanya berjam-jam saja, kemudian
berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Muhammad SAW
mendapatkan wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril.
Pada saat beliau
tidur dan terbangun dengan tiba-tiba pada malam itu di gua bernama Hira, dalam
ketakutan yang luar biasa, seluruh tubuhnya, seluruh diri bathinnya,
dicengkeram oleh sebuah kekuatan yang sangat besar, seolah-olah seorang
malaikat telah mencengkeram beliau dalam pelukan yang menakutkan yang seakan
mencabut kehidupan dan napas darinya. Ketika beliau berbaring di sana, remuk
redam, beliau mendengar perintah, “Bacalah!” beliau tidak dapat melakukan ini
beliau bukan penyair terdidik, bukan peramal, bukan penyair dengan seribu
kalimat yang tersusun dengan baik yang siap dibibir beliau. Ketika itu beliau
protes bahwa beliau adalah buta huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan
kekuatan yang begitu rupa, hingga turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1
sampai 5 dalam surat Al-‘Alaq.[9]
Dia merasa
ketakutan karena belum pernah mendengar dan mengalaminya. Dengan turunnya wahyu
yang pertama itu, berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam
wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu
agama.
Peristiwa turunnya
wahyu itu menandakan telah diangkatnya Muhammad SAW sebagai seorang nabi
penerima wahyu di tanah Arab. Malam terjadinya peristiwa itu kemudian dikenal
sebagai “Malam Penuh Keagungan” (Laylah al-qadar), dan menurut sebagian riwayat
terjadi menjelang akhir bulan Ramadhan. Setelah wahyu pertama turun, yang
menandai masa awal kenabian, berlangsung masa kekosongan, atau masa jeda. Ketika
hati Muhammad SAW diliputi kegelisahan yang sangat dan merasakan beban emosi
yang menghimpit, dia pulang ke rumah dengan perasaan waswas, dan meminta
istrinya untuk menyelimutinya. Saat itulah turun wahyu yang kedua yang
berbunyi:
“Wahai kau yang
berselimut! Bangkit dan berilah peringatan!.”
Dan seterusnya,
yaitu surat al-Muddatstsir: 1-7. Wahyu yang telah, dan kemudian turun sepanjang
hidup Muhammad SAW, muncul dalam bentuk suara-suara yang berbeda-beda. Tapi
pada periode akhir kenabiannya, wahyu surah-surah Madaniyah turun dalam satu
suara.
b.
Pertengahan Kerasulan
Setelah beberapa
lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah
perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula beliau
mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau
mengatakan di tengah-tengah mereka, “Saya tidak melihat seorang pun di kalangan
Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa
yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang
terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara
kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali
Ali bin Abi Thalib.
Pada permulaan
dakwah ini orang yang pertama-tama merima dakwah nabi yaitu dengan masuk Islam
adalah, dari pihak laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dari pihak
perempuan adalah isteri nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak anak-anak
adalah Ali bin Abi Thalib ra.
Dalam memulai
dakwah nabi banyak mendapat halangan dari pihak kafir quraisy mekah dan
berbagai bujuk rayu yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi
gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan
semakin ditingkatkan. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap
kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan
sahabat-sahabatnya ke luar Mekah. Pada tahun kelima kerasulannya, nabi
menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagi negeri tempat pengungsian.
Usaha orang-orang
Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk
membujuk Negus (Raja) agar menolak kehadiran umat Islam di
sana, gagal. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang Quraisy
masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar
ini posisi Islam semakin kuat.
Tatkala banyaknya
tekanan dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang mendalam yaitu
wafat nya seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan isteri tercinta
yang setia menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti Khuwailid, sehingga
Allah menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya Isra’ dan Mi’rajnya
Nabi Muhammad SAW. diriwayatkan pada suatu malam ketika Nabi SAW ada di
Masjidil Haram di Mekkah, datanglah Jibril as. Dan beserta malaikat yang lain,
lalu dibawanya dengan mengendarai Buroq ke Masjidil Aqsa di negeri Syam,
kemudian Nabi SAW dinaikkan ke langit untuk diperlihatkan kepada Nabi SAW
tanda-tanda kebesaran dan kekayaan Allah SWT, pada malam itu juga Nabi SAW
kembali kenegeri Mekkah. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso
dinamakan Isra, dan dinaikkannya Nabi SAW dari Masjidil Aqso ke langit disebut
Mi’raj. Pada malam inilah mulai di wajibkan Shalat Fardlu 5 kali dalam sehari.[10]
Setelah peristiwa
Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul.
Perkembangan itu diantaranya datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji
ke Mekah. Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam
tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang
Khazraj menemui Muhammad SAW untuk masuk Islam, dan mengharapkan agar ajaran
Islam dapat mendamaikan permusauhan suku ‘Aus dan Khazraj. Kedua, pada tahun
keduabelas kenabian, delegasi Yatsrib terdiri dari sepuluh orang Khazraj dan
dua orang ‘Aus serta seorang wanita menemui Muhammad SAW di tempat
bernama Aqabah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Ikrar ini dinamakan dengan
perjanjian “Aqabah Pertama”. Ketiga, pada musim haji berikutnya, jama’ah haji
yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka
meminta Muhammad SAW dan Muslimin Makkah agar berkenan pindah ke Yatsrib.
Mereka berjanji akan membelanya dari segala ancaman. Perjanjian ini dinamakan
dengan perjanjian “Aqabah Kedua”.
Dalam perjalanan ke
Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika di Quba, sebuah desa
yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari
lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi
membangun sebuah mesjid. Inilah mesjid pertama yang dibangun nabi, sebagai
pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul nabi, setelah
menyelesaikan segala urusan di Mekah.
Sementara itu,
penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatanganya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu
itu tiba, mereka menyambut nabi dan kedua sahabatnya dengan penuh kegembiraan.
Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib diubah
menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering disebut Madinatul
Munawwarah (Kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar
keseluruh dunia.
Kejadian itu
disebut dengan “hijrah” bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tetapi
merupakan rencana perpindahan yang telah dipertimbangkan secara seksama selama
sekitar dua tahun sebelumnya. Tujuh belas tahun kemudian, Khalifah Umar bin
Khattab menetapkan saat terjadinya peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam,
atau tahun qamariyah.
c.
Akhir Masa Kerasulan
Setelah tiba dan
diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi Muhammad SAW resmi sebagai pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan
periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran
Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi
Muhammad SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua
kekuasaan, kekuasaam spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai
rasul secara otomatis merupakan kepala negara.[11]
Dengan terbentuknya
Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu
membuat orang-orang Mekah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau.
Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, nabi, sebagi kepala
pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam
diijinkan berperang dangan dua alasan: (1) untuk mempertahankan diri dan
melindungi hak miliknya, dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran
kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Dalam sejarah
Madinah ini memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin
mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya,
mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan
calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan
negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar
Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.
Pada tahun 9 dan 10
Hijriyah (630-632 M) banyak suku dari pelosok Arab mengutus delegasinya kepada
Nabi Muhammad SAW menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Mekah ke dalam
agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang
pasir yang liar itu. Tahun itu disebut dengan tahun perutusan. Persatuan bangsa
Arab telah terwujud; peperangan antara suku yang berlangsung sebelumnya telah
berubah menjadi persaudaraan seagama.
Setelah itu, Nabi
Muhammad SAW segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat
kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai’ dikirim
ke berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur
peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, Nabi menderita sakit
demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul
Awal 11 H/ 8 Juni 632 M., Nabi Muhammad SAW wafat di rumah istrinya Aisyah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari perjalanan
sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai
pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang
cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil
menundukan seluruh Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
Kita dapat membagi
masa dakwah Muhammad SAW menjadi dua periode, yang satu berbeda secara total
dengan yang lainnya, yaitu:
1.
Periode Mekah, berjalan kira-kira tiga belas tahun.
2.
Periode Madinah, berjalan selama sepuluh tahun penuh.
Setiap periode
memiliki tahapan-tahapan tersendiri, dengan kekhususannya masing-masing.
Periode mekah dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1.
Tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama
tiga tahun.
2.
Tahapan dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk
Mekah, yang dimulai sejak tahun keempat dari kenabian hingga akhir tahun
kesepuluh.
3.
Tahapan dakwah di luar Mekah, yang dimulai dari tahun
kesepuluh dari kenabian hingga hijrah ke Madinah.
Sedangkan periode
Madinah dapat dibagi menjadi tiga tahapan fase:
1.
Fase yang banyak diwarnai cobaan dan perselisihan, banyak
rintangan yang muncul dari dalam, sementara musuh dari luar menyerang Madinah
untuk menyingkirkan para pendatangnya. Fase ini berakhir dengan dikukuhkannya
perjanjian Hudaibiyah.
2.
Fase perdamaian dengan para pemimpin paganisme, yang berakhir
dengan Futuh Makah pada bulan Ramadhan tahun kedelapan dari Hijriyah. Ini juga
merupakan fase berdakwah kepada para raja agar masuk Islam.
3.
Fase masuknya manusia ke dalam Islam secara
berbondong-bondong, yaitu masa kedatangan para utusan dari berbagai kabilah dan
kaum ke Madinah. Masa ini membentang hingga wafatnya Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hameed Siddiqui, The Life Muhammad, Delhi:
Righway Publication, 2001.
Ajid Thohir, Kehidupan Umat Islam Pada Masa Rasulullah
SAW, Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Barnaby Rogerson, Biografi Muhammad, Jogjakarta : Diglossia,
2007.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985, cet. 5.
Ja’far Al-Barzanji, AL-Maulid An-Nabawi, Jakarta:
Maktabah Sa’diyah. Tt..
Muhammad Arsyad Thalib Lubis, Risalah Pelajaran Tarikh Riwayat
Nabi Muhammad SAW, Kandangan : Toko Buku Sahabat, 1 Muharam 1371 H/2
Oktober 1951 M.
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta:
Litera Antarnusa, 1990, cet. 12.
Nayla Putri dkk, Sirah Nabawiyah. Bandung: CV.
Pustaka Islamika, 2008.
Philip K.
Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan R. Cecep Lukman
Yasin, Karya Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008.
[1] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997), hlm. 9
[2] Nayla Putri
dkk, Sirah Nabawiyah. (Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2008), hlm.
71.
[3] Muhammad Husain
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antarnusa,
1990, cet. 12), hllm. 49.
[4] Abdul Hameed
Siddiqui, The Life Muhammad, (Delhi: Righway Publication,
2001), hlm. 64.
[5] Ja’far
Al-Barzanji, AL-Maulid An-Nabawi, (Jakarta: Maktabah Sa’diyah.
Tt.) hlm. 16.
[6] Philip K.
Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan R. Cecep Lukman
Yasin, Karya (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), hlm. 140.
[7] Ajid
Thohir, Kehidupan Umat Islam Pada Masa Rasulullah SAW, (Bandung:
Pustaka Setia, 2004), hlm. 62.
[8] Muhammad
Arsyad Thalib Lubis, Risalah Pelajaran Tarikh Riwayat Nabi Muhammad SAW, (Kandangan
: Toko Buku Sahabat, 1 Muharam 1371 H/2 Oktober 1951 M) hlm. 43
[9] Barnaby
Rogerson, Biografi Muhammad, (Jogjakarta : Diglossia, 2007) hlm. 94
[10] Muhammad
Arsyad Thalib Lubis, Loc.cit., hlm. 20
[11] Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1,
(Jakarta: UI Press, 1985, cet. 5), hlm. 101.
Comments
Post a Comment