MAKALAH ISU-ISU MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISU-ISU MANAJEMEN PENDIDIKAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sentralisasi
Pendidikan & Desentralisasi Pendidikan
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua
mekanisme pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam
sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem
desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah. Kedua sistem tersebut dalam prakteknya tidak berlaku secara ekstrem,
tetapi dalam bentuk kontinum; dengan pembagian tugas dan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (lokal).
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat
pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU. Menurut
ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah
kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi.
Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan
sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah
daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga
waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Dalam era reformasi dewasa ini, diberlakukan
kebijakan otonomi yang seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Otonomi daerah merupakan distribusi kekuasaan secara
vertikal. Distribusi kekuasan itu dari pemerintah pusat ke daerah, termasuk
kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang
pendidikan tampak masih menghadapi berbagai masalah. Masalah itu diantaranya
tampak pada kebijakan pendidikan yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi
daerah dan masalah kurang adanya koordinasi dan sinkronisasi.[1]
Dalam (istilah) desentralisasi kerap
disandingkan dengan otonomi, karena keduanya memiliki hubungan erat, walau
sebenarnya kedua istilah tersebut bermakna berbeda. Desentralisasi (decentralization), secara harfiah,
berarti memindahkan dari titik pusat (sentral) ke titik periferi (pinggiran).[2]
B.C.Smith, mengartikan desentralisasi “sebagai
upaya mengubah konsentrasi pengaturan (pemerintahan) pada satu pusat atau
menganugerahkan atau menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah lokal (process of removing from central point to
the peripherial point).”[3]
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, “desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.[4]
Penerapan sistem desentralisasi dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang menggantikan sistem sentralisasi,
secara manajerial, diharapkan mampu mengembangkan kualitas pendidikan sesuai
tuntutan masyarakat pengguna. Desentralisasi diterapkan agar mampu memperbaiki
penyelenggaraan pendidikan dalam berbagai aspeknya. Pengalaman di Amerika,
seperti dipaparkan Deborah M. McGriff, Ph. D, seorang General Superintendant Sekolah-Sekolah Negeri Detroit, bahwa
desentralisasi sangat fungsional bagi peningkatan kualitas untuk:
1.
Meningkatkan
partisipasi masyarakat dan otonomi dalam pengambilan keputusan pendidikan.
2.
Meningkatkan pengembangan kurikulum tingkat sekolah.
3.
Merangsang minat dan kepercayaan dalam pendidikan.
4.
Memperbaiki keyakinan atau kepercayaan kepada dewan sekolah.
5.
Meningkatkan
komunikasi.[5]
Desentralisasi diharapkan bisa untuk mengurangi kepadatan beban
kerja di pemerintah pusat. Dalam hal ini, desentralisasi juga dapat dipakai
sebagai alat untuk memobilisasi dukungan terhadap kebijakan pembangunan
nasional dengan menginformasikannya kepada masyarakat daerah untuk menggalang
partisipasi didalam perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di daerah.
Uraian diatas, mengandung makna bahwa system desentralisasi
memiliki sejumlah keunggulan bagi masyarakat luas, diantaranya adalah:
a.
Mengakomodasi
dan memperkuat demokrasi
b. Memperkuat rasa persatuan dan kesatuan
ditengah kemajemukan suku bangsa
c.
Memberdayakan
dan menghargai kearifan local
d.
Memberi peluang
untuk memanfaatkan potensi local secara optimal
e.
Mendorong
peningkatan kualitas produk dan pembangunan daerah yang lebih baik untuk
kesejahteraan rakyat
Dalam implementasinya, pelaksanaan system desntralisasi umumnya
sering mengalami kendala yang diakibatkan oleh:
a.
Keterlambatan
diterbitkannya peraturan tentang pembagian urusan
b.
Keengganan dan
sikap setengah hati peemerintah dalam mendelegasikan kewenangan kepada daerah,
yang berkonsekuensi pada berkurangnya inovasi dan kreativitas daerah dalam
melaksanakan kewenangannya
c.
Keraguan satuan
kerja dalam melaksanakan program atau kegiatan di daerah karena adanya
peraturan yang masih kabur
d.
Belum
optimalnya pengelolahan sumber daya yang berakibat pada rendahnya pendapatan
daerah
e.
Penerapan
sanksi dan penghargaan bagi sumber daya manusia
f.
Terjadinya
peningkatan tindak koruptif di daerah
g.
Terjadinya konflik vertical dan horizontal di daerah
Desentralissi pendidikan merupakan sebuah
system manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada
kebhinekaan. Dalam praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan
desentralisasi bidang pemerintahan lainnya. Desentralisasi bidang-bidang
pemerintah lain berada pada pemerintah di tingkat kabupaten atau kota, maka
desentralisasi dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten atau
kota, tetapi justru sampai pada lembaga pendidikan atay sekolah sebagai ujung
tombak pelaksanaan pendidikan.
Proses peralihan dari system sentralisasi
ke system desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi. Otonomi
adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat
operasional dalam rangka system birokrasi pemerintahan. Sebagai wujud
penyerahan sebagian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,
dalam prosesnya, berimplikasi terjadinya otonomi pada lembaga (institusi)
pelaksana pendidikan.[6]
B.
Otonomi
Pendidikan
Kata otonomi (autonomy) merupakan derivat dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri”, dan nomos yang berarti “hukum” atau “aturan.[7]
Dalam terminology pemerintahan, kata otonomi sering dihubungkan dengan otonomi
daerah dan daerah otonom. Namun dalam tulisan ini otonomi yang dimaksud
diarahkan pada otonomi lembaga/institusi pelaksana pendidikan. Lebih jauh,
otonomi diartikan sebagai pemerintahan sendiri.[8]
FULL MAKALAH
MAKALAH MENARIK LAINNYA
[2] Dr. Nurhattati Fuad, Manajemen Pendidikan Berbasis
Masyaraka. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada: 2014), hal. 63
[8]Dr.
Nurhattati Fuad, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyaraka. (Jakarta:
Rajawali Pers: 2014), hal. 99
Comments
Post a Comment