JINAYAH DAN JARIMAH (FIQIH)

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jinayat dan Jarimah
Pengertian jinayah secara bahasa adalah
اِسْمٌ لِمَا يَجْنِيْهِ الْمَرْءُ مِنْ شَرٍّ وَمَا اكْتَسَبَهُ
‘’Nama bagi hasil perbuatan bagi seseorang yang buruk dan apa yang di usahakan’’.
Pengertian jinayah secara istilah Fuqaha sebagaimana yang di kemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah :
فَالْجِنَا يَةُ اِسْمٌ لِفِعْلٍ مُحَرَّمٌ شَرْعًا,سَوَاءٌ وَقَعَ الْفِعْلُ عَلَى نَفْسٍ أَوْ مَالٍ اَوْ غَيْرُ ذَالِكْ
‘’Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut  mengenai jiwa, harta, atau lainnya’’.[1]
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq adalah:
Yang di maksud dengan jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang.dan perbuatan yang dilarang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda”.[2]
Dalam konteks ini pengertian Jinayah sama dengan jarimah.
Menurut bahasa, jarimah berasal dari kata (جَرَمَ ) yang sinonimnya ( كَسَبَ وَقَطَعَ ) artinya: berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini khusus untuk usaha yang tidak  baik atau usaha yang di benci oleh manusia.[3]
Menurut istilah, Imam Al Mawardi mengemukakan sebagai berikut :
اَلْجَرَاءِمُ مَحْظُوْرَاتٌ شَرْعِيَّةٌ زَجَرَاللهُ تَعَالَى عَنْهَابِحَدٍّأَوْ تَعْزِيْرٍ
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang di larang oleh syara’, yang di ancam dengan hukuman had atau ta’dzir.[4]
Perbuatan yang di larang ( مَحْظُوْرَاتٌ ) adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang dan adakalanya meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.sedangkan lafadz syari’ah (شَرِيْعَةٌ ) dalam definisi tersebut mengandung pengertian bahwa suatu perbuatan yang baru di anggap sebagai jarimah apabila perbuatan itu dilarang oleh syara’ dan diancam dengan hukuman. Dengan demikian apabila perbuatan itu tidak ada larangan nya dalam syara’ maka perbuatan tersebut hukumnya mubah sesuai dengan kaidah yang berbunyi :
اَلْأَصْلُ فِى الْأَ شْيَاءِ الْاءِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيْلُ عَلَي التَّحْرِيْمِ
‘’Pada dasarnya semua perkara di bolehkan, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya’’.[5]
B.     Macam – macam Jarimah
      Jarimah dapat dibagi menjadi bermacam macam bentuk dan jenis. Tergantung pada sudut pandang  mana kita melihatnya atau aspek yang menonjol.
  1. Dilihat dari Pelaksanaannya
Aspek yang ditonjolkan dari perbuatan jarimah ini ada 2 aspek jarimah pertama, jarimah ijabiyah, yaitu seseorang yang melakukan atau melaksanakan perbuatan yang sudah dilarang atau perbuatan yang terlarang. Dalam hukum positif disebut dengan delict commisionis contoh melakukan zina, pembunuhan dll.
Kedua, jarimah salabiyah, yaitu seseorang yang tidak mengerjakan perbuatan yang duperintahkan oleh islam. Contohnya meninggalkan sholat, zakat, puasa dll.
  1. Dilihat dari Niatnya
Pembagian dalam sudut pandang ini terbagi menjadi dua bagian yaitu perbuatan yang disengaja (jaraim al-makhsudah) dan perbuatan yang tidak disengaja (jaraim ghair makhsudah). Contoh perbuatan disengaja adalah seseorang yang masuk ke rumah orang lain dengan maksud mencuri sesuatu yang ada di rumah tersebut. Sedangkan contoh perbuatan yang tidak disengaja adalah seseorang yang bermaksud mengejutkan orang lain tetapi yang dikejuti mempunyai penyakit jantung akhirnya meninggal dunia.
  1. Dilihat dari Objeknya
Aspek ini tertuju pada manusia atau sekelompok masyarakat. Jika objeknya perseorangan maka disebut dengan jarimah perseorangan. Dan jika objeknya masyarakat maka disebut dengan jarimah masyarakat. Kemudian para ulama mengatakan bahwa jarimah perseorangan menjadi hak adami (hak perseorangan ) sedangkan jarimah masyarakat menjadi hak jama’ah (hak Allah).
  1. Dilihat dari Motifnya
Sudut pandang ini di bagi menjadi 2 bagian yaitu jarimah politik dan jarimah biasa. Arti dari jarimah politik adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang orang tertentu yang bertujuan politik untuk melawan pemerintah contohnya pemberontakan bersenjata, mengacaukan perekonomian dll. Sedangkan jarimah biasa adalah perbuatan yang tidak ada hubungan dengan politik contohnya perbuatan mencuri ayam, mencuri sepeda motor dll.
  1. Dilihat dari Bobot Hukuman
 Jarimah Ditinjau dari Aspek Bobot hukumannya:
a.       Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah  jarimah yang diancam dengan hukuman had. Hukuman had sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah: “Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah.[6]
Ciri khas dari jarimah hudud:
1)      Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
2)      Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata. Pengertian akan hak Allah menurut Mahmud Syaltut.[7]
Hak Allah adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi seseorang”
Jarimah hudud ini ada tujuh macam:
1)      Jarimah zina: Rajam, melempari pezina dengan batu sampai ajal.
2)      Jarimah qadzaf (menuduh zina) menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa ada bukti yang meyakinkan.
3)      Jarimah Syurbul Khamr: diharamkan, termasuk narkotika, sabu, heroin, dan lainnya. Hukumannya 40 kali dera sebagai had, dan 40 kali dera sebagai hukum ta`zir sebagaimana yang dipraktekkan oleh Umar bin Khattab.
4)      Jarimah pencurian: Sariqah ialah perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk memiliki serta tidak adanya paksaan. Dalam Al-Quran, Jarimah Sariqah adalah potong tangan.
5)      Jarimah hirabah: sekelomok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta, dan kekacauan. Hukuman bagi haribah adalah hukuman bertingkat.
6)      Jarimah riddah: keluar dari agama islam.
7)      Jarimah Al Bagyu: pemberontakan, yaitu keluarnya seseorang dari ketaatan kepada Imam yang sah tanpa alasan.[8]
b.      Jarimah Qishash dan Diyat
 Adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishas dan diyat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya). Baik qishas maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan syara’ dan merupakan hak individu. Pengertian akan hak manusia (individu) menurut Mahmud Syaltut:
‘Hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada orang tertentu’
Ciri khas jarimah qishas dan diyat:
1)      Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah ditentukan syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
2)      Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
Jarimah qishas dan diyat terbagi menjadi:
1)      Pembunuhan sengaja (al-qotlul‘amdu)
2)      Pembunuhan menyerupai sengaja (al-qotlu syibhul’amdi)
3)      Pembunuhan karena kesalahan (al-qotlul khotho-u)
4)      Penganiayaan sengaja (al-jar’hul ‘amdu)
5)      Penganiayaan tidak sengaja (al-jar’hul khotho-u).[9]
 Perbedaan antara qishas dengan diyat adalah qishas merupakan bentuk hukuman bagi pelaku jarimah terhadap jiwa, anggota badan yang dilakukan dengan di sengaja. Adapaun diyat objeknya sama dengan qishas tetapi dilakukan dengan tanpa disengaja. Di samping itu diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman qisahash yang dimaafkan.
c.                     Jarimah Ta’zir
 Adalah jarimah yang hukumannya bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Namun hukum ta`zir juga dapat dikenakan atas kehendak masyarakat umum, meskipun bukan perbuatan maksiat, melainkan awalnya mubah. Dasar hukum ta`zir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu pada prinsip keadilan. Pelaksanaannyapun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil.[10]
Ciri khas jarimah ta’zir:
1)      Hukumannya tidak tertentu dan terbatas. Artinya hukuman tersebut belum ditentukan syara’ dan ada batas maksimal dan minimalnya.
2)      Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa
Jenis jarimah ta’zir menurut Ibnu Taimiyah;
“Perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kifarat, seperti mencium anak-anak (dengan syahwat), mencium wanita lain yang bukan isteri, tidur satu ranjang tanpa persetubuhan atau memakan barang yang tidak halal seperti darah dan bangkai.” 
 Jarimah Ta`zir juga bisa dibagi menjadi 3 macam:
1)      Jarimah yang berasal dari hudud namun terdapat syubhat
2)      Jarimah yang dilarang nash, namun belum ada hukumnya
3)      Dan jarimah yang jenis dan sanksinya belum ditentukan oleh syara’.
Hubungan Jarimah denagan Larangan syara’


MAKALAH FULL 

MAKALAH MENARIK LAINNYA

  1. TOKOH DAN KITAB HADITS
  2. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADITS
  3. MENGENAL TOKOH DAN KITAB HADITS





[1] Abdul Qodir Audah, At Tasyri’ Al jina’iy Al Islamiy, juz 1, Dar Al Kitab Al ‘Araby, Bierut, tanpa  tahun, hlm. 67.
[2] Sayid Sabiq, Fiqh As-sunnah, juz II, Dar Al Fikr, Beirut, cetakan II. 1982, hlm. 110.
[3]  Muhammad Abu Zahrah, Al jarimah wa Al ‘Uqbah fi Al fiqh Al Islamiy, Maktabah Al Angelo Al Mishriyah, kairo, tanpa tahun, hlm. 22.
[4]  Muhammad Abu Zahrah, Al jarimah wa Al ‘Uqbah fi Al fiqh Al Islamiy, Maktabah Al Angelo Al Mishriyah, kairo, tanpa tahun, hlm. 22.
[5] Jalaluddin As Syuyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, Dar Al Fikr, tanpa tahun,hlm. 43.
[6] Drs.. Muslich, H Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm.24.
[7] Ahmad Hanafi, MA., Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993), hlm. 13.
[8] Hakim, Drs. H. Rahmat, Hukum Pidana Islam,( Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 27.
[9] Ibid,  Hal. 29.
[10] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Op. Cit., h. 18-19.

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH TEORI NATIVISME (PSIKOLOGI PENDIDIKAN)

PROPOSAL USAHA MESIN LAS

UNSUR-UNSUR POKOK HADIS