PERNIKAHAN DAN HUKUMNYA

BAB 1I
PEMBAHASAN
1.Pengertian Pernikahan
a. Definisi Pernikahan menurut bahasa
Pengertian pernikahan yang berasal dari bahasa arab nikaahun yang merupakan masdar atau kata asal  dari kata nakaha,[1] sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan kedalam bahasa indosnesia sebagaimana yang disebut perkawinan,sedangkan secara bahasa kata nikah berarti ad-dhammu wattaddakhul (bertindih dan memasukkan) oleh karena itu menurut kebiasaan orang arab  yaitu pergesekan rumpun pohon seperti pohon bambu akibat tiupan angin  diistilahkan dengan tanakhatil asyjar (rumpun pohon itu sedang kawin), karena tiupan angin itu terjadi pergesekan dan masuknya rumpun yang satu keruang yang lain.
b. Definisi Pernikahan menurut empat madzab
1.      Madzhab Imam Hanafi
Ulama dalam mazhab ini mendefinisikan nikah adalah sebagai akad yang berakibat pada “pemilikan” seks secara sengaja.
Yang dimaksud dalam pemilikan seks itu adalah kepemilikan laki-laki atas kelamin serta seluruh tubuh perempuan untuk dinikmati. Sudah tentu kepemilikan ini bukan bersifat hakiki, karena kepemilkan yang hakiki hanya ada pada Allah SWT.
2.      Mazhab Imam Maliki
Ulama dalam mazhab ini mendefinisikan nikah adalah sebagai akad untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan anak adam tanpa menyebutkan harga secara pasti sebelumnya.
Secara sederhana mazhab malikiyah mengatakan bahwa nikah adalah kepemilikan manfaat kelamin dan seluruh badan istri.
3.      Mazhab Imam Syafi’i
Ulama dalam mazhab ini mendefinisikan nikah adalah sebagai akad yang berdampak akibat kepemilikan seks.
Inti dari definisi ini adalah kepemilikan hak bagi laki-laki untuk mengambil manfaat seksual dari alat kelamin perempuan, sebagian ulama syafi’iyah berpendapat bahwa nikah adalah akad yang memperbolehkan seks, bukan akad atas kepemilikan seks.
4.      Mazhab Imam Hanbali
Ulama dalam mazhab ini tampak praktis dalam mendefinisikan pengertian dari nikah.
Menurut ulama Hanbaliyah, nikah adalah akad yang diucapkan dengan menggunakan kata ankah atau tazwij untuk kesenangan seksual. Definisi-definisis yang diberikan beberapa pendapat imam madzab, para mujtahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syariat. Orang yang sudah berkeinginan untuk menikah dan khawatir terjerumus kedalam perbuatan zina, sangat dianjurkan untuk melaksanakan nikah.[2]
c. Definisi Pernikahan menurut Hukum Perkawinan Islam
Sedangkan dalam Hukum Perkawinan Islam, definisi Nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkanhubungan kelamin antara dua belah pihak, dengan rasa sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputu rasa kasih sayang.

2. Beberapa Dasar Hukum Nikah
a. Fardhu
Hukum nikah fardhu, pada seseorang yang mampu biaya wajib nikah, yakni biaya nafkah dan mahar dan adanya percaya diri bahwa ia mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan dengan istri, yakni pergaulan dengan baik.
Demikian juga ia yakin bahwa jika tidak menikah pasti akan terjadi perbuatan zina, sedangkan puasa yang dianjurkan nabi tidak mampu menghindarkan perbuatan tersebut.
b. Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang yang memiliki kemampuan biaya nikah, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan yang baik dengan istri yng dinikahinya dan i mempunyai dugaan kuat akan melakukan perzinahan apabila tidak menikah.
C. Haram
Hukum nikah haram bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan nafkah nikah dan yakin akan terjadi penganiayaan jika menikah. Keharaman nikah itu karena nikah dijadika alat mencapai yang haram secara pasti atau menyakiti sebab kenakalan laki-laki itu,   seperti melarang hak istri, berkelahi dan menahannya untuk disakiti maka haram nikah hukumnya.
Sesungguhnya keharaman nikah pada kondisi tersebut, karena nikah disyariatkan dalam islam untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat. Hikmah kemaslahatan ini tidaktercapai jika nikah dijadikan sarana wajib ditinggalkan dan tidak memasukinya, dengan maksud melarang perbuatan haram dan inilah alternatif yang paling utama yakni meninggalkan nikah.
D. Makruh
Nikah makruh bagi seseorang yang dalam kondisi campuran. Seseorang mempunyai kemampuan harta biaya nikah dan tidak dikhawatirkan terjadi maksud zina, tetapi dikhawatirkan terjadi  penganiayaan istri yang tidak sampai ketingkat yakin.
Terkadang orang tersebut mempunyai dua kondisi yang kontradiktif yakni antara tuntutan dan larangan, seperti seseorang dalam kondisi yakin atau diduga kuat akan terjadi perzinahan jika tidak menikah, berarti diantara kondisi fardu dan wajib nikah. Disisi laina. ia juga diyakini atau diduga kuat melakukan penganiayaan atau menyakiti istrinya jika ia menikah.Dalam hal ini apa yang dilakukan terhadap orang tersebut?
Pada kondisi seperti diatas, orng tersebut tidak dibolehkan menikah agar tidak terjadi penganiayaan dan kenakalan, karena mempergauli istri dengan buruk merupakan perbuatan maksiat. Sedangkan ekhawatir atau yakin akan terjadi perbuatan zina tergolong maksiat yang berkaitan tentang hak Allah.
E.Mubah
Bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya, tapi apabila tidak melakuknnya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri, perkawinan tersbeut hanya didasarkan kesenangan bukan tujuan dengan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga yang sejahtera.[3]
v  Dasar Hukum nikah menurut empat madzhab
1.      Imam Hanafi
a.      Wajib



FULL MAKALAH 






[1] .Prof.DR.Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam diIndonesia, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2006), hal 35.
[2]. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,(Yogyakarta :Liberty,1999)hal. 8

[3] . Prof.Dr.Abdul Aziz dkk, Fiqh Munakahat (Jakarta:Amzah,2009),hal 43

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH TEORI NATIVISME (PSIKOLOGI PENDIDIKAN)

PROPOSAL USAHA MESIN LAS

UNSUR-UNSUR POKOK HADIS