KHITBAH / PEMINANGAN (fiqih II)
PEMBAHASAN
- Pengertian Peminangan
Kata
‘peminangan’ berasal dari kata ‘pinang’, “meminang” (kata kerja).[1]
Pinangan (meminang/melamar) atau khitbah dalam bahasa Arab, merupakan
pintu gerbang menuju pernikahan. Khitbah menurut bahasa, adat dan syara,
bukanlah perkawinan. Ia hanya merupakan mukaddimah (pendahuluan) bagi
perkawinan dan pengantar kesana. Khitbah merupakan proses meminta
persetujuan pihak wanita untuk menjadi istri kepada pihak lelaki atau
permohonan laki-laki terhadap wanita untuk dijadikan bakal/calon istri.
Seluruh kitab/kamus membedakan antara kata-kata "khitbah"
(melamar) dan "zawaj" (kawin/menikah), adat/kebiasaan juga
membedakan antara lelaki yang sudah meminang (bertunangan) dengan yang sudah
menikah dan syari'at pun membedakan secara jelas antara kedua istilah tersebut.
Karena itu, khitbah tidak lebih dari sekedar mengumumkan keinginan untuk
menikah dengan wanita tertentu, sedangkan zawaj (pernikahan) merupakan
aqad yang mengikat dan perjanjian yang kuat yang mempunyai batas-batas,
syarat-syarat, hak-hak, dan akibat-akibat tertentu.
Pinangan
yang kemudian berlanjut dangan “pertunangan” yang kita temukan dalam masyarakat
saat ini hanyalah merupakan budaya atau tradisi saja yang intinya adalah khitbah
itu sendiri, walaupun disertai dengan ritual-ritual seperti tukar cincin,
selamatan dll. Ada satu hal penting yang perlu kita catat, anggapan masyarakat
bahwa pertunangan itu adalah tanda pasti menuju pernikahan, hingga mereka
mengira dengan melaksanakan ritual itu, mereka sudah menjadi mahram,
adalah keliru. Pertunangan (khitbah) belum tentu berakhir dengan
pernikahan. Oleh karenanya baik pihak laki-laki maupun wanita harus tetap
menjaga batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.[2]
Peminangan
adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria
dengan seorang wanita, Atau seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan
untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah
masyarakat.
Adapun
perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut:
- Tidak dalam pinangan orang lain.
- Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syar’i yang melarang dilangsungkannya pernikahan.
- Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talak raj’i.
- Apabila perempuan dalam masa iddah karena talak ba’in, hendaklah meminang dengan cara sirri (tidak terang-terangan).[3]
Ø
Orang-orang
yang boleh dipinang
Pada
dasarnya peminangan itu adalah proses awal dari suatu perkawinan. Dengan begitu
perempuan-perempuan yang secara hukum
syara’boleh dikawini oleh seseorang laki-laki, boleh dipinang. [4]Hal
ini berarti tidak boleh meminang orang-orang yang secara syara’ tidak boleh
dikawini(akan dijelaskan pada tempatnya). Tidak boleh meminang perempuan yang
masih punya suami, meskipun dengan syarat akan dinikahinya pada waktu dia telah
boleh dikawini, baik dengan digunakan bahasa terus terang seperti: “Bila kamu
dicerai oleh suamimu saya akan mengawini kamu” atau dengan bahasa sendirian
seperti: “Jangan kwatir dicerai suamimu, saya yang akan melindungimu”.
Perempuan-perempuan yang dicerai suaminya dan sedang menjalani iddah
raj’i, sama keadannya seorang perempuan yang sedang punya suami dalam hal
ketidak bolehannya untuk dipinang baik dengan bahasa terus terang atau bahasa
sendirian. Alasannya ialah bahwa perempuan dalam iddah talak raj’i statusnya
sama dengan perempuan yang sedang terikat dalam perkawinan.[5]
Perempuan
yang sedang menjalani iddah karena kematian suaminya, tidak boleh dipinang
menggunakan bahasa terus terang, namun dibolehkan meminangnya dengan bahasa
sendirian. Kebolehan meminang perempuan yang kematian suami dengansindiran ini
dijelaskan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 235:
Artinya:”Dan tidak ada dosa bagimu meminang
perempuan-perempuanitu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan(keinginan
mengawini mereka) dalam hatimu.
Perempuan
yang sedang menjalani iddah dari talak
bain dalam bentuk fasakh atau talak tiga tidak boleh dipinang secara terus
terang, namun dapat dilakukan dengan cara sendirian, bagaimana yang berlaku
pada perempuan yang kematian suami. Kebolehan ini adalah oleh karena perempuan
itu dengan talak bain tersebut telah putus hubungannya dengan bekas suaminya.
Disamping perempuan yang bersuami atau yang telah putus perkawinannya bagaimana
sedang disebutkan diatas juga tidak boleh meminang perempuan yang sudah
dipinang dengan orang lain. Hal ini dijelaskan oleh nabi dalam hadisnya yang
muttafaq ‘alaih yang berasal dari ibnu Ummar, ucapan nabi yang berbunyi:
Artinya:”Janganlah seseorang diantara kamu meminang
perempuan yang telah dipinang saudaranya hingga peminang pertama telah
meninggalkannya atau mengijinkannya untuk meminang. Hadist nabi diatas
menjelaskan ketentuan tentang meminang perempuan yang telah dipinang sebagai
berikut:
a)
Larangan
meminang itu berlaku bila jelas-jelas pinangan pertama itu telah diterima dan
ia mengetahui diterimanya tunangan tersebut.
b)
Larangan
meminang berlaku bila peminang pertama itu adalah saudaranya dalam arti saudara
seagama atau seorang muslim.
c)
Larangan
itu tidak berlaku bila peminang pertama telah meninggalkan atau membatalkan
pinangannya.
d)
Larangan
itu juga tidak berlaku bila peminang pertama telah memberi ijin kepada peminang
kedua untuk mengajukan pinangan.
- Landasan Hukum Khitbah dalam al-Qur’an dan al-Hadist
Hukum menurut Al-Qur’an seperti ayat di bawah ini:
ولاجناح
عليكم فيما عرَضتم به من خطبة النساء اوكنتم فى انفسكم علم الله انكم ستذكرونهن
ولكن لاتواعدوهن سرا الا ان تقولوا قولا معروفا ولاتعزموا عقدة النكاح حتى يبلغ
الكتاب اجله واعلموا ان الله يعلم ما فى انفسكم فاحذروه واعلموا ان الله غفور حليم
(البقرة: ٢٣٥ )
”Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu
dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu
berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya.Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.”(Al-Baqarah: 235).
Di dalam
hadits disebutkan:
وعن جابرقال,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, إذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر منها
إلى مايدعوه إلى نكاحها فاليفعل قالفخطبت جارية من نبي سلمة فكنت أختبئ لها تحت
الكرب حتى رأيت منها بعض ما دعاني إلى نكاحها فتزوجتها
“Dari Jabir
bin Abdullah berkata: Rasulullah bersabda: jika seseorang meminang perempuan,
maka jika mampu hendaknya ia melihatnya sehingga ia menginginkan untuk
melihatnya, maka lakukanlah sehingga engkau melihatnya sesuatu yang menarik
untuk menikahinya maka nikahilah”.[6]
- Hukum Khitbah
FULL MAKALAH
MAKALAH MENARIK LAINNYA
[1] Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2010), hlm. 73.
[2] Hadits
shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5142) dan Muslim (no. 1412), dari
Shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhari.
[3] Ibid, hlm. 74
[5] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2003), hlm. 82-83.
[6]Al-Qur’an Digital surat Al-Baqarah ayat 235.
Comments
Post a Comment