MENGENAL TOKOH dan KITAB HADIST (Bukhari dan Muslim)



A.    Pendahuluan
Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam adalah  kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadits tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi.  Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya.
Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadits yang terhimpun dalam kitab-kitab hadits tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadits tidak hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadits itu saja, yang biasa dikenal dengan masalah matan hadits, tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita.
Keberadaan perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadits. Selama riwayat-riwayat ini membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadits.
B.     Rumusan Masalah
1.      Mengenal perawi Bukhari dan kitabnya !
2.      Mengenal perawi Muslim dan kitabnya  !

C.     Pembahasan
Perawi hadist  Al-Bukhori dan Muslim
1.      Imam Al-Bukhari (194 H/810 M-256 H/870 M)
Nama Al-Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Bardizbah Al-Yafi’i Al-Bukhori. Beliau dilahirkan pada hari jum’at 13 Syawal 194 H (810 M) di sebuah kota bernama Bukhara. Pada waktu remajanya ia bermukim di Madinah dan menyusun kitabTarikh Al-Kabir.[1]
Pada usianya yang masih relatif  muda, ia sudah  mampu menghafal tulisan beberapa ulama hadist yang ada di negerinya. Masih pada usia relatif muda pula, ia pergi ke Mekkah bersama ibu dan  saudaranya untuk melakukan ibadah haji pada tahun 210 H. Selanjutnya, ia tinggal di Madinah dan menulis kitab sejarah yang terkenal Tarikh Al-Kabir,di samping makam Nabi Muhammad SAW.
Al-Bukhari tergolong orang yang memiliki sifat penyabar dan memilki kecerdasan yang jarang dimilikioleh orang lain. Karena kecerdasan dan ketekunan dalam mempelajari hadis-hadis itulah, ia diberi gelar Amir Al-Mu’minin fi Al-Hadist, suatu gelar kehormatan yang diberikan kepadanya dari ulama–ulama hadis pada zamannya. Di samping sifat penyabar dan kecerdasan itu, ia juga terkenal mempunyai sifat wara’ dalam menghadapi kehidupan, dan ahli ibadah.[2]
Beliau mempelajari hadis dari para guru hadis di berbagai negeri di antaranya Khurrasan, Irak, Mesir, Mekkah, Asqalan, dan Syam. Beliau mulai belajar hadis sejak di bawah usia 10 tahun pada tahun 210 H dan mendengarnya lebih dari 1000 orang guru. Beliau hafal sebanyak 100.000 buah hadis shahih dan 200.000 buah hadis yang tidak shahih.[3] Diantaranya yang shahih dimasukkan ke dalam kitab shahihnya dan beliau lah pertama kali yang menghimpun hadis shahih ke dalam sebuah buku yang diberi nama Al-Jami’ Ash-Shahih li Al-Bukhari. Buku ini ditulis selama 16 tahun yang beliau dengar dari lebih 70.000 perawi melalui penelitian yang tekun dan berhati-hati kemudian diajukan ke hadapan para gurunya diantaranya Imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, Ali Al-Madini, dan lain-lain.
Banyak sekali tulisan Al-Bukhari selain Al-Jami’ di antaranya tiga kitab At-Tarikh  yaitu Al-Kabir, Al-Awsath, dan Ash-Ashghar, kitab Al-Kuna, kitab  Al-Wuhdan, dan kitab Al-Adab Al- Mufrad.
Kitab Al-Bukhari diterima (qabul) oleh para ulama secara aklamasi disetiap masa dan banyak sekali keistimewaan kitab Al-Bukhari yang diungkapkan oleh para ulama, diantaranya:
1.      At-Tirmidzi berkata:
لم ارفي العلل والرجا ل اعلم من البخا ري
Aku tidak melihat dalam ilmu ‘Ilal (cacat yang tersembunyi dalam Hadis) dan para tokoh Hadis seorang yang lebih mengetahui dari Al-Bukhari.
2.      Ibn Khuzaimah berkata:
ما رايت تحت اديم السماء اعلم بحد يث رسول الله صلى الله عليه وسلم و لا احفظظ من محمد بن اسما عيل البخا ري
Aku tidak melihat di bawah kolong langit seorang yang lebih mengetahui hadis Rasulullah  dan yang lebih hapal dari pada Muhammad bin Ismail Al-Bukhari.
3.      Al-Hafiz Adz-Dzahabi berkata:
هوأ جل ا لآ سلآ م بعد كتا ب الله تعا لى
Dia adalah kitab Islam yang paling agung setelah kitab Allah.

Di antara kelebihan daya ingat (dhabith) dan kecerdasan Imam Al-Bukhari mampu  mengembalikan dan menerapkan kembali 100 pasangan  sanad  hadis pada matan yang sengaja diacak (hadis maqlub) oleh 10 ulama Baghdad dalam rangka menguji kapabilitas daya ingat dan intelektual Al-Bukhari dalam periwayatan hadis. Semua itu dapat dijawab oleh Al-Bukhari dengan lugas dan dikembalikan sesuai dengan proporsinya semula.[4]
Hadis-hadis yang dirangkai ulang dalam keadaan utuh dan benar sebagaimana semula sebelum diujikan kepada Al-Bukhari, selanjutnya diserahkan kembali oleh Al-Bukhari kepada mereka. Melihat peristiwa ini, para ulama Baghdad mengakui bahwa Al-Bukhari betul-betul penghafal hadis yang ulung. Majelis Al-Bukhari di Baghdad itu dihadiri lebih dari 10.000 pendengar.
Adz-Dzahabi menyatakan bahwa pertama kali Bukhari memdaperoleh periwayatannya hadis dari luar negerinya sendiri pada tahun 215 Hijriah setelah mengadakan lawatannya yang dimulai sejak tahun 210 Hijriyah ke berbagai wilayah negeri, kemudian ia memulai pengembannya ke berbagai negeri untuk mendapatkan periwayatan hadis dari beberapa tokoh periwayat setempat yang dikunjunginya. Mereka diantaranya sebagai berikut:
1.      Bukhara, negerinya sendiri, dari Muhammmad ibn Salam Al-Arafah, Harun ibn Al-Asy’asy, dan lainnya.
2.      Balka, dari Makki ibn Ibrahim, Yahya ibn Basyar Az-Zahid, Qutaibah, dan beberapa ulama lainnya.
3.      Marwi, dari Ali ibn Syaqiq, Abdah, Mu’adz ibn Asad, Shadaqoh ibn Al- Fadhl, dan lainnya.
4.      Naisabur,dari Yahya ibn Yahya, Basyar ibn Al-Hakim ibn Musa Al-Fadhl, dan lainnya.
5.      Al-Zay, dari Ibrahim ibn Musa Al-Hafizh, dan lainnya.
Selanjutnya, Adz-Dzahabi yang dikutip Al-Qasthalani menyatakan bahwa Bukhari  menyampaikan periwayatan hadis kepada rawi yang lain yang ada dalam lintasan perjalanannya, di antaranya sebagai berikut:
1.      Yang pertama kali adalah Abu Zur’ah dan Abu Hatim.
2.      Ashab As-Sunnah: At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Imam Muslim’
3.      Ulama (perawi) lain, di antaranya: Muhammad ibn Nashr  Al-Maruzi Al-Faqih, Shalih ibn Muhammad Jazzah Al-Hafizh, Abu Bakar ibn Ashim, Mathin, Abu Al-Abbas As-Siraj,  Abu Bakar ibn Abi Sha’id, Ibrahim ibn Ma’qal An-Nasfi, Muhaib ibn Sulaim, Sahal ibn Syadzawih.
4.      Dan orang terakhir mengambil riwayat dari Imam Bukhari secara ‘ali adalah Imam Al-Khathib.
Salah satu karya besar yang monumental dalam kitab Hadis yang ditulis oleh Bukhari adalah kitab Jami’ Ash-Shahih yang kelengkapan nama kitab ini telah dikemukakan pada awal tulisan ini. Kitab Jami’ Ash-Shahih ini dipersiapkan selama 16 tahun. Ketika hendak memasukkan hadis ke dalam kitab ini, ia sangat berhati-hati.
Hal itu terlihat setiap ia hendak mencantumkan hadis dalam kitabnya didahului mandi, berwudhu, dan shalat istikharah meminta petunjuk kepada Allah tentang hadis yang ditulisnya.
Bukhari menyatakan bahwa ia tidak memasukkan hadis dalam kitab  Jami”ku ini, kecuali yang shahih saja. Dan jumlah hadis dalam kitab Jami’ itu sebanyak 7.397 buah hadis dengan ditulis secara berulang, dan tanpa diulang sebanyak 2.602 buah.
Latar belakang penulisan kitab Shahih-nya berawal dari pernyataan gurunya, Ishaq ibn Rahawaih, kepada murid-muridnya, yang menginginkan untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi dalam satu kitab.
  Mengenai kitab Al-Jami’ Ash-Shahih ini, beberapa tokoh memberikan komentarnya, antara lain Adz-Dzahabi yang menyatakan bahwa Al-Jami’ Ash-Shahih adalah kitab yang mulia dalam agama islam dan paling utama setelah Al-Quran.[5]
Para ulama yang mengambil hadis darinya banyak sekali di antaranya yang populer adalah At-Tirmidzi, Muslim, An-Nasai, Ibrahim bin Ishak Al-Hurri, Muhammad bin Ahmad Ad-Daulabi, Manshur bin Muhammad Al-Bazdawi, dan lain-lain. Beliau meninggal dunia 1 Syawal 256 H/31 Agustus 870 M pada hari Jum’at malam Sabtu malam Hari Raya Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari di Samarkand.[6]
full dowload klik
miror1

[1] Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH), hlm: 257
[2] Dr. Badri Khaeruman M.Ag.,ULUM AL-HADIS, (CV Pustaka Setia), hlm: 252
[3] Dr. H. Abdul Majid khon, M.Ag, Ulumul Hadits,(Jakarta: AMZAH), hlm: 258
[4]  Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH), hlm: 259
[5] Dr. Badri Khaeruman M.Ag, ULUM AL-HADIS, (CV Pustaka Setia), hlm: 253-256
[6] Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH), hlm: 259

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH TEORI NATIVISME (PSIKOLOGI PENDIDIKAN)

PROPOSAL USAHA MESIN LAS

UNSUR-UNSUR POKOK HADIS