MAHRAM (FIQIH II)



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian  Mahram
Mahram berarti “yang terlarang”. “sesuatu yang terlarang”. Maksudnya yang terlarang mengawininya.[1]
Kata mahram (mahramun) berasal dari bahasa Arab artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita nikahi selamanya. Namun kita boleh bepergian (safar) dengannya, boleh berboncengan dengannya, boleh  melihat wajahnya, boleh berjabat tangan atau dalam mazhab Syafi’i tidak membatalkan wudlu ketika di sentuh.
Sedangkan istilah yang tepat adalah mahram bukan muhrim. Muhrim adalah orang yang berihram. Muhrim adalah isim fail dari kata “ahroma” yang artinya berihram. Sedangkan Mahram adalah wanita yang haram di nikahi oleh laki-laki. Mahram adalah isim maf’ul dari kata “haroma” yang artinya melarang.
Dibawah ini pengertian mahram menurut beberapa ulama:
·         Menurut Imam Ibnu Qudamah Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya dengan sebab nasab, persusuan, dan pernikahan
·         Menurut Imam Ibnu Atsir  Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain. [2]
Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa mahram adalah orang-orang yang haram di nikahi oleh laki-laki
Sebagaimana firman Allah SWT:
Ÿwur (#qßsÅ3Zs? $tB yxs3tR Nà2ät!$t/#uä šÆÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# žwÎ) $tB ôs% y#n=y 4 ¼çm¯RÎ) tb$Ÿ2 Zpt±Ås»sù $\Fø)tBur uä!$yur ¸xÎ6y ÇËËÈ   ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ˈF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzyŠ £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzyŠ  ÆÎgÎ/ Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? šú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# žwÎ) $tB ôs% y#n=y 3 žcÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇËÌÈ   * àM»oY|ÁósßJø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# žwÎ) $tB ôMs3n=tB öNà6ãY»yJ÷ƒr& ( |=»tGÏ. «!$# öNä3øn=tæ 4 ¨@Ïmé&ur Nä3s9 $¨B uä!#uur öNà6Ï9ºsŒ br& (#qäótFö6s? Nä3Ï9ºuqøBr'Î/ tûüÏYÅÁøtC uŽöxî šúüÅsÏÿ»|¡ãB 4 $yJsù Läê÷ètGôJtGó$# ¾ÏmÎ/ £`åk÷]ÏB £`èdqè?$t«sù  Æèduqã_é& ZpŸÒƒÌsù 4 Ÿwur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJŠÏù OçF÷|ʺts? ¾ÏmÎ/ .`ÏB Ï÷èt/ ÏpŸÒƒÌxÿø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇËÍÈ  
Artinya:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa’: 22-24)
B.     Macam-macam Mahram
1.         Mahram Muabbad (halangan-halangan abadi) dibagi menjadi tiga: karena nasab, karena ikatan perkawinan (مُصَاهَرَة), dan karena persusuan (رَضَاعْ).
Mahram Muabbad adalah orang-orang yang haram melakukan pernikahan untuk selamanya.
a.       Haram sebab nasab[3]
1.      Ibu dan mereka yang di nisbatkan nasabnya kepada seorang perempuan sebab kelahiran, baik atas nama ibu secara hakiki yaitu yang melahirkannya atau secara kiasan yaitu yang melahirkan dari anaknya keatas seperti nenek dari  ibu, nenek dari bapak, neneknya ibu, dan neneknya bapak ke atas. Haram atas laki-laki menikahinya karena merupakan bagian dari mereka.
2.      Anak-anak perempuan ke bawah. Haram atas laki-laki menikahi putrinya sendiri, putri dari anak putrinya, dan putri dari anak laki-lakinya. Demikian juga, setiap anak yang merupakan bagian dari orang yang bertemu dengan mereka.
3.      Anak-anaknya orang tua, mereka saudara perempuan secara mutlak, baik sekandung atau yang bukan sekandung, putri saudara laki-laki, putri saudara perempuan, putri dari anaknya saudara laki-laki, putri dari anaknya saudara perempuan, putri dari anaknya saudara perempuan sampai ke bawah. Haram atas laki-laki saudara perempuan dan saudara laki-laki semua, dan anak-anak mereka ke bawah.
4.      Anak-anak kakeknya dan anak-anak neneknya dengan syarat terpisah satu tingkat. Saudara perempuan bapak haram atas laki-laki, karena mereka terpisah dari kakek ke bapak satu tingkat, saudara perempuan ibu haram atasnya karena mereka terpisah dari kakek ke ibunya satu tingkat,bibinya bapak dari pihak bapak (kakek) haram karena terpisah dari kakek ayahnya satu tingkat. Bibinya bapak dari pihak ibu (nenek) haram atasnya karena mereka terpisah dari kakek ibunya satu tingkat dan bibinya ibu dari pihak ibu (nenek) haram atasnya karena terpisah dari kakek ibu ke ibu satu tingkat.
b.      Haram sebab ikatan perkawinan (مُصَاهَرَة)[4]
1.     أُمُّ الزَّوْجَةْ : orang tua istri (ibu mertua) jadi, ibu dari suami atau ibu sebab nasab atau sebab persusuan.
2.     رَبيْبَةْ : anak tiri perempuan, bisa juga anak perempuan dari anak tiri perempuan atau anak perempuannya anak tiri laki-laki.
3.     زَوْجَةُ الْأَبِ : istrinya ayah (ibu tiri), sama halnya kakek dari ayah atau dari ibu.
4.    زَوْجَةُ الْإِبْنِ : istri dari anak laki-laki (menantu perempuan), sama halnya anak karena nasab atau anak persusuan,dan istri  cucu laki-laki, juga cucu dari anak laki-laki atau cucu dari anak perempuan.

c.       Haram sebab persusuan (رَضَاعْ)[5]
Ar-Radha’ (persusuan) secara etimologi adalah nama isapan suu dari payudara secara mutlak pada manusia.
Menurut terminologi syara’, persusuan adalah suatu nama untuk mendapatkan susu dari seorang wanita atau nama sesuatu yang didapatkan dari padanya sampai di dalam perut anak kecil atau kepalanya. Dalil tentang keharaman sebab sepersusuan terdapat pada al-Qur’an, sunnah dan ijma’.
Dalil Al-Qur’an seperti firman Allah SWT:
ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$#
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan” (QS. An-Nisa’: 23).
Dalil sunnah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah bahwa nabi SAW bersabda:
يَحْرُمُ مِنَ الرِّضَاعِ مَايَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
“Haram sebab persusuan adalah apa yang haram sebab nasab.” (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam periwayatan lain Nabi bersabda:
الرَّضَاعَةُ تُحَرِّمُ الْوِلاَدَةُ
“persusuan itu mengharamkan apa yang di haramkan kelahiran.”
Hadits tersebut telah mengharamkan sebab persusuan dengan jelas, persusuan dan kelahiran memiliki persamaan dalam keharaman. Dalil ijma’, umat Islam sepakat bahwa persusuan itu menjadi sebab dari beberapa sebab keharaman.
Ø  Faktor Kaharaman Sebab Persusuan
1.        Orang tua seseorang sepersusuan ke atas, baik dari bapak maupun dari ibu, berdasarkan ini haram atas seseorang menikahi ibu yang menyusuinya ke atas dan dari arah mana saja. Haram atasnya, ibunya bapak sepersusuan dan ibunya ke atas sebagaimana yang disebutkan ibu dan nenek dalam keturunan.
2.        Anak-anak seseorang sepersusuan. Haram menikahi anak putri sepersusuan, cucu putri dari anak laki-laki sepersusuan, dan cucu putri dari anak putri sepersusuan sampai ke bawah. Dengan ungkapan lain, haram atas anda semua perempuan yang engkau menyusu dari susunya atau susu orang yang melahirkannya dengan perantara dirinya atau lainnya atau di susui oleh wanita yang melahirkannya. Demikian pula putri-putrinya seketurunan atau sepersusuan sampai ke bawah.
3.        Anak-anak kedua orang tua sepersusuan, yaitu saudara perempuan sepersusuan. Haram menikahi saudara perempuan sepersusuan, anak putri saudara perempuan sepersusuan, dan cucu perempuan dari anak perempuan ke bawah.
4.        Anak-anak kakek dan nenek sepersusuan, mereka itu saudara bapak dan  ibu (bibi) sepersusuan. Misalnya jika Khalid menyusu dari Fatimah, maka Fatimah menjadi ibunya Khalid, saudara-saudara perempuan Fatimah menjadi bibi sepersusuan, saudara-saudara perempuan suami Fatimah  juga menjadi bibi sepersusuan baginya. Oleh karena itu, haram menikahi salah satu dari mereka. Adapun putri-putri paman dan bibi dari bapak dan putri-putri paman dan bibi dari ibu sepersusuan halal menikahi mereka sebagaimana kerabat dalam keturunan.
5.             Istri orang tua sepersusuan, yakni istri bapak sepersusuan, istri kakek sepersusuan ke atas, baik istri yang telah dicampuri atau belum. Misal jika Hisyam menyusu Khadijah istri Ali, Ali menjadi bapak Hisyam sepersusuan. Hisyam haram menikahi wanita manapun yang telah dinikahi Ali karena ia istri bapak sepersusuan.
6.             istri anak sepersusuan, yakni istri anak laki-laki sepersusuan atau istri cucu putra dari anak laki-laki. Misal, jika Shabir menyusu dari Aliyah, Aliyah menjadi ibu sepersusuan, demikian juga suami Aliyah menjadi bapak sepersusuan baginya. Jika Shabir  menikah, istri Shabir haram atas bapak sepersusuannya, demikian juga kakeknya.
7.             Orang tua istri sepersusuan, yakni ibu dan kakeknya sepersusua. Misal, jika Fatimah menyusui Fauziyah, Fauziyah menjadi ibu Fatimah sepersusuan. Jika Fatimah dinikahi Khalid, Khalid haram menikahi ibunya Fatimah sepersusuan, yakni Fauziyah, demikian juga kakeknya.
8.             Anak-anak istrinya sepersusuan, yakni putrinya, cucu putri dari anak putri dan cucu putri dari anak laki-laki sepersusuan. Misal, jika Khalid menikahi Yasmin sementara Yasmin pernah di nikahi Ali dan menyusui Syima. Syima yang disusui Yasmin haram atas Khalid sekalipun tidak ada hubungan antara mereka berdua, karena ia putri istrinya sepersusuan dengan syarat sudah melakukan hubungan intim.
Wanita-wanita di atas haram disebabkan persusuan, karena melaksanakan ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW : Haram sebab persusuan sesuatu yang haram sebab nasab.
2.         Mahram Muaqqot (halangan-halangan sementara)
Keharaman Temporer/sementara adalah suatu yang datang baru dan bisa lenyap suatu ketika. Jika sebabnya hilang , wanita menjadi halal bagi orang yang semula di haramkan, boleh di nikahi dan hidup bersama karena keharaman kembali pada sifat sementara yang terkadang menghilang. Berikut adalah mahram sementara/ muaqqat.
a.      Wanita yang terikat dengan Hak orang lain
b.      Wanita yang di talak 3 kali  bagi suaminya
c.       Poligami antara dua wanita mahram
d.      Poligami Melebihi Empat Orang wanita
e.       Wanita yang Bukan  Beragama Samawi

1.      Wanita yang terikat dengan Hak orang lain
 
FULL MAKALAH 




MAKALAH MENARIK LAINNYA
  1. TOKOH DAN KITAB HADITS
  2. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADITS
  3. MENGENAL TOKOH DAN KITAB HADITS

[1] Kamal muchtar, Asas-asas Hukum islam tentang perkawinan,(Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1974) hlm. 48
[2] Abdul Rahman Ghozali, Fiqih munakahat, (Jakarta: Kencana,2010) hlm. 124
[3] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, dkk, Fiqih Munakahat (Khitbah, Nikah dan Talak), (Jakarta: Amzah, 2009) hlm. 137.
[4] كياهٖى حٰاج مِصْبَاح بْن زَيْن المُصْطَفٰى، مَسَآئِلُ النِّسَآءِ بِاللًّغة الجاويّة، (سُوْرَابَايَا)، رقم: 45
[5] Ibid, hlm. 152-155

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH TEORI NATIVISME (PSIKOLOGI PENDIDIKAN)

PROPOSAL USAHA MESIN LAS

UNSUR-UNSUR POKOK HADIS